Translate

Rabu, 24 April 2013

Langit Taman Hati by. Cucuk Hariyanto


   

Reza Ayatullah Al Fatah adalah seorang lelaki muda yang tampan dan cerdas serta tekun dalam beribadah. Ia merupakan lulusan terbaik dari jurusannya, iformatika. Karena kelebihannya tersebutlah banyak wanita yang mengejarnnya dan ingin ber-taaruf kepadanya. Sahabatnya Dimas sering menjadi perantara para wanita tersebut untuk ber-taaruf, tetapi belum ada yang diterimanya.
Sambil melanjutkan pendidikan S2-nya, ia menjadi asisten dosen di salah satu Universitas. Walaupun ia memiliki prestasi akademik yang cukup baik, tapi ia belum mendapatkan pekerjaan yang ia idamkan yaitu perusahaan Sigma Engine. Perusahaan tersebut bergerak di bidang IT dan selektif dalam memilih karyawan.
Suatu hari ia dipanggil oleh Profesor Umar Salim. Beliau sudah dianggap sebagai ayah angkatnya sendiri. Ia dipanggil karena pemilik Sigma Engine, Mister Wong, membutuhkan karyawan muda cerdas, berbakat dan taat pada ajaran islam agar dapat membimbingnya masuk Islam. Tawaran itu diterimanya dengan senang hati dan mendapatan beberapa fasilitas.
Ketika ia pulang dari Sigma Engine, ia bertemu dengan seorang wanita cantik tetapi tuna netra yang sedang berdebat dengan seorang polwan. Ia membela wanita itu dan ternyata ia adalah adik kelasnya ketika kuliah dahulu. Cintapun tumbuh dan mereka menikah.
Pernikahan mereka membawa berkah. Dari karir ia menjabat sebagai pemimpin cabang Sigma Engine di Surabaya. Istrinya (Aida) hamil, operasi mata untuk Aida juga berhasil  sehingga  menambah kebahagiaan bagi keluarga kecil mereka .  Akan tetapi, kebahagiaan itu tidak berlangsung lama. Aida divonis menderita leukemia dan bersiko atas kehamilannya.
Aida tetap mempertahankan kehamilannya walaupun harus menyerahkan nyawanya. Perjuangannya berhasil hingga ia dapat melahirkan secara normal sesuai keinginannya. Ia menyadari usianya tidak akan lama lagi, dan ia ingin agar Reza sepeninggalnya akan tetap bahagia. Sebelum meninggal, ia meninggalkan sebuah pesan kepada Reza. Ia ingin agar sahabatnya Farah. Reza dan Farah menyutujuinya, dan mautpun menjemput Aida.
Setelah Aida meninggal Reza seakan kehilangan sinarnya. Satu setengah tahun ia berkabung dan menyibukkan dengan pekerjaannya. Ia ingat akan pesan Aida, akan tetapi ia belum sanggup melupakan Aida terlebih lagi Farah ternyata juga pernah menykainya. Akhirnya ia mengambil cuti dari pekerjaanya dan menuju Eropa untuk Refreshing.
Ketika ia di Eropa, ia bertemu seorang wanita eropa muslim yang fasih berbahasa Indonesia. Mereka menjadi akrab dan menjadi tour guide selama Reza di Eropa. Reza banyak bercerita tentang dirinya sehingga menimbulkaan rasa senang dari wanita tersebut. Setelah ia merasa fresh Rezapun pulang ke Surabaya.
Sepulangnya ia dari Eropa. Ia langsung melamar Farah demi amanat Aida. Pernikahannya dilaksanakan selepas lebaran karena berbagai kepentingan. Sembari menuggu waktu pernikahan ternyata wanita yang dijumpai Reza di Eropa datang ke Surabaya dan menyatakan cintanya. Dengan halus Reza menolak dan mengatakan perihal rencana pernikahannya dengan Farah.
Pernikahan dilangsugkan sama pesis seperti pernikahan pertamanya dengan Aida dahulu. Hanya saja jumlah tamunya lebih banyak karena ayah Farah termasuk orang penting di Surabaya. Rumah tangga mereka berjalan seperti layaknya keluarga harmonis.
Kecemburuan yang wajar dari Farah muncul sedikit demi sedikit karena Reza sering salah memanggil nama. Ia sering memanggil Aida kepada Farah. Reza juga terlalu sibuk dengan urusan kantornya. Akhirnya Farah meninggalkan rumah menuju Andalusia dengan eninggalkan selembar surat kepada Reza. Reza menyadari kesalahannya dan menyusul ke Andalusia. Sesampainya di Andalusia ternyata Farah sudah ke Paris ketempat kakaknya, Reza pun menyusul ke paris.
Sesampainya di Paris Reza menemui Farah dan mengakui kesalahnnya. Ia juga menjelaskan bahwa Aida dan Farah memiliki tempat masing-masing di hati Reza dan tidak akan diganggu satu dengan lainnya. Ia juga berjanji akan memulai kehidupan mereka dengan situasi yang lebih baik lagi.

cinta terhadap ilmu dan Allah diatas segalanya




Kafilah Cinta
Syakaro Ahmad El Alyyi

Yusuf  Faronsyh adalah seorang pemuda Indonesia yang berasal dari bagian timur Indonesia yaitu Alor NTT. Selepas menamatkaan pemondokan, ia melanjutkan pendidikan S1 di STAIN Samarinda. Tetapi ia belum puas,  Ia  berkeinginan mengulang  pendidikannya ke Al-Azhar Cairo. Tekadnya sangat kuat, ijin juga di dapatkan dari keluarganya. Akan tetapi, biaya yang tidak mendukung keberangkatannya ke Cairo,untuk menggapai keinginannya tersebut ia berusaha mencari biaya sendiri.
Perjalanan pertamanya  ia menuju ke Desa Paninggaran, ia menemui sahabatnya ketika di Pondok Pesantren dulu, Enow, utuk bersilaturahmi. Ia dan Enow banyak bertukar pikiran tentang keinginan mereka melanjutkan pendidikan. Enow hanya berencana melanjutkan pendidikannya ke Jakarta.
Setelah empat hari berada di rumah Enow, Yusufpun berpamitan. Ia mengatakan akan ke Jakarta menemui sahabatnya dan akan langsung ke Samarinda. Setelah kepergian Yusuf dari rumah Enow, mereka tidak ada saling berkomunikasi satu dengan yang lain. Pernah suatu ketika Enow berusaha menghubungi Yusuf tetapi tidak berhasil. Nomor yang di tujunya tidak dapat di hubungi. Enowpun akhirnya lupa akan sosok Yusuf.
Enow akan melanjutkan pendidikannya di Jakarta. Ia berangkat ke Jakarta. Sesampainya di Jakarta ia menumpang pada teman satu Pondokannya dulu. Itu hanya untuk sementara karena mereka berencana untuk memilih dan menentukan universitas yang akan mereka masuki. Sembari menunggu kepastian dari universitas mereka juga berencana untuk mencari pekerjaan sampingan untuk menambah biaya pendidikan mereka nantinya.
Pada suatu perjalanan di dalam sebuah angkot Enow dan shabatnya Abran dan Iyan bertemu dengan seorang ibu. Ternyata ibu tersebut adalah ibu dari teman mereka satu pondokan dahulu. M. Muslim adalah anak ibu tersebut dan ternyata mereka juga satu tingkat dengan Muslim. Si ibu bercerita bahwa Muslim sekarang berada di Malaysia, ia bersekolah di Madiwa. Dari Madiwa, nantinya mereka akan di kirim ke Mesir untuk menyelesaikan pendidikannya. Jadi dapat di katakana bahwa Madiwa ddan Al-azhar menjalin kerjasama. Penuturan ibu tersebut membuat mereka tertarik ke Madiwa. Dan mereka memutuskan melanjutkan pendidikan ke Madiwa.
Mereka melakukan perjalanan ke Kuala Lumpur Malaysia melalui Batam. Sesampainya mereka di Malaysia mereka bertemu dengan Roby dan Arul. Akhirnya mereka berlima tinggal pada  satu asrama di Madiwa. Ternyata di Madiwa tersebut juga mereka bertemu dungan Yusuf, sahabat mereka di pondokan yang berkeinginan melanjutkan studi di Al-Azhar. Tetapi yusuf tidak tinggal di asrama Madiwa, ia menyewa rumah  tidak jauh dari Madiwa, karena ia harus bekerja mencari tambahan biaya.
Yusuf tinggal di rumah sewaannya sendiri. Ia menawarkan kepada teman-temannya jika ada yang mau ikut tinggal bersamanya. Ternyata teman-temannya setuju karena biaya sewanya cukup murah. Akhirnya mereka berlima ikut pindah ke rumah sewaan Yusuf.
Rumah itu bertingkat. Mereka menghuni lantai dua dengan tangga dari luar rumah, sehingga mereka dengan leluasa keluar masuk tanpa mengganggu penghuni lainnya. Ketika mereka tinggal di rumah yusuf, banyak kabar yang kurang baik di sampaikan Yusuf mengenai penghuni di lantai satu. Yusuf hanya mengingatkan kepada teman-temannya agar tidak mengusik atau ikut campur dengan penghuni yang berada di lantai satu.
Mereka melakukan aktifitas dengan lancar, Yusuf kuliah sambil bekerja, bekerja apa saja yang penting halal karena ia kekurangan biaya utuk berangkat ke Cairo. Roby, Arul, Abran dan Iyan melakukan aktifitas kuliah seperti biasanya. Berbeda dengan Enow, ia melakukan aktifitas kuliah dan ternyata hatinya tertawan pada gadis dari dunia maya yang ternyata adalah anak seorang polisi Malaysia yang berasal dari Pekalongan.
Kecintaan Enow pada gadis tersebut bersambut. Orang tua dari gadis itu juga menyukai Enow, bukan hanya dari perilaku Enow yang santun tetapi juga karena ayah gadis tersebutt dan Enow berasal dari satu daerah yang sama yaitu Pekalongan.
Yusuf tetap pada usahanya mencari biaya hidup. Hingga suatu saat anak pemilik rumah mengajaknya untuk bekerja di perkebunan kelapa sawit. Yusuf mengiyakan walaupun ia tahu resikonya cukup besar karena visa yang di milikinya hanyalah untuk sekolah bukan untuk bekerja. Tetapi ia menampik semua keraguannya demi Al-Azhar. Ia pun menerima tawaran tersebut. Akan tetapi malang nasibnya. Ketika ia sedang bekerja terjadi razia di perkebunan sawit. Ia hamper tertangkap tetapi ia dapat meloloskan diri walaupun telah kejar-kejaran dengan polisi.
Pada saat yang bersamaan terjadi penggeledahan di rumah yang Yusuf dan teman-temannya tinggali. Penggeledahan terjadi di lantai satu. Ternyata polisi mencurigai adanya aktivitas yang kurang baik dan meresahkan warga. Pada saat penggerbekan anak pemilik rumah dan beberapa anak buahnya berhasil melarikan diri.  Dalam pelariannya dari kejaran polisi mereka bertemu dengan Yusuf. Yusuf meminta penjelasan karena ketika ada razia dia tidak ada di kebun sawit. Yusuf mencurigai mereka menjebaknya. Anak pemilik rumah itu berusaha menjelaskan kepada Yusuf dan  mengajak yusuf untuk ikut pada mobil mereka karena mereka sedang di intai polisi. Tetapi Yusuf menolak dan terjadi perdebatan. Ketika perdebatan terjadi lewatlah seorang polisi dan melihat mereka. Sontak saja mereka kaget dan melarikan diri. Yusufpun terpaksa ikut dengan mereka.
Sudah dua hari Yusuf tidak pulang ke rumah, kabar juga tidak ada. Teman-temannya menjaadi khawatir. Temman-temannya mencoba mencari tetapi tidak juga ketemu. Hingga tanpa di sengaja mereka melihat foto Yusuf dan anak pemilik rumah terpampang di Koran. Mereka kaget luar bias dan berfikir yang tidak-tidak tentang Yusuf.
Tidak lama kemudian Yusuf menelpon dan meminta bertemu di Pulau Pinang. Akhirnya Arul, Arif dan Roby ke Pulau Pinang tanpa mengatakannya kepada Enow. Mereka berusaha mencari Yusuf. Mereka bertemu dengan Yusuf di sebuah surau tua. Yusuf menceritakan kejadian yang sebenarnya dan kemana dia lari selama dua hari. Ia juga menjelaskan bahwa ternyata anak dari pemilik rumah itu adalah kaki tangan mafia. Rumah itu adalah tempat berkumpul mereka dan sengaja di sewakan untuk mengelabuhi polisi, dan ia tidak terlibat sama sekali dalam kasus ini. Ini hanya salah paham.
Mendengar cerita Yusuf teman-temannya menjadi iba, mereka ingin melaporkan ke polisi tetapi situasi tidak memungkinkan. Akhirnya mereka memutuskan untuk pergi ke Thailand sebagai pendatang gelap untuk berlindung  dari kejaran mafia. Sebelum mereka berangkat mereka menyempatkan menghubungi Enow dan memberi kabar tentang keadaan yang sebenarnya.
Enow pergi ke rumah Sarah (pujaan hati Enow)   bersama Abran, mereka bertemu dengan ayah Sarah yang notabene adalah polisi di Malaysia. Enow menceritakan kejadian yang sesungguhnya. Ia juga menjelaskan bahwa teman-temanya tidak bersalah, hanya terjadi kesalah pahaman. Akhirnya ayah Sarah memutuskan untuk menjemput Yusuf dan teman-temannya ke Thailand demi keamanannya. Dan gembong mafia tersebutpun berhasil di tangkap.
Setelah kejadian tersebut mereka berenam dapat hidup dengan tenang, tibalah masa libur semester di Madina. Masa libur ini tetap di manfaatkan oleh Yusuf mencari pekerjaan, sedangkan teman-temannya yang lain lebih memilih pulang ke Indonesia kecuali Enow. Enow memilih ke rumah kakaknya yang ada di Malaysia juga. Kepergiannya ke rumah kakaknya bukan  hanya untuk bersilaturahmi tetapi juga membicarakan tentang permintaan ayah Sarah untuk meminang putrinya. Keluarga Enow meminta agar Enow mempertimbangkan keputusannya dan melakukan istiqarah. Akhirnya Enow memutuskan untuk melanjutkan pendidikannya ke Cairo. Keputusan itu diterima oleh ayah Sarah dan berharap sepulangnya Enow dari Cairo ia akan meminang sarah.  Liburan  semester telah usai, semuanya kembali ke Madina. Dan inilah saat yang mereka tunggu-tunggu,  perjalanan ke Al-Azhar cairo. Mereka berangkat bersama begitu juga dengan Yusuf. Ia telah berhasil mengumpulkan uang untk berangkat ke Cairo.






Selasa, 23 April 2013

sinopsis novel



DI BAWAH LANGIT
Karya Opick “Tombo Ati” I Taufiqurrahman  al-Azizy

            Kyai Ahmad adalah seorang kyai yang sangat di segani dan di hormati di daerah Dukuh Gelagah. Di rumahnya yang sangat sederhana ia tingal dengan sepuluh anak. Dari kesepuluh anak tersebut hanya satu anak yang merupakan buah cintanya bersama almarhum istrinya  yang telah di jemput sang khalik terlebih dahulu dalam sujudnya. Maysaroh, itulah nama anak kandungnya tersebut.
            Dua tahun lebih tua dari maysaroh, di rumah tersebut tinggal juga seorang anak laki-laki yang bernama Jaelani.  Jaelani bukan anak maupun keponakan Kyai Ahmad, ia hanyalah anak  malang yang di tinggalkan ayahnya di tepi pantai. Karena keluhuran budinya Kyai ahmad mengangkat Jaelani menjadi anaknya. Ia menyayangi Jaelani seperti anaknya sendiri. Bersama Jaelani ia mengasuh dan mengajarkan Maesaroh dengan ajaran islam.
            Suatu hari penduduk menemukan seorang anak laki-laki terombang-ambing pada sebuah kapal. Karena kehidupan penduduk yang pas-pasan, penduduk menyerahan anak tersebut kepada Kyai Akhmad. Kyai Akhmad menerima anak tersebut bukan karena ia kaya, tetapi karena rasa kemanusiaan dan tanggung jawab sesama muslim. Anak tersebut bernama Gelung.
            Gelung dibawa pulang oleh Kyai Akhmad. Gelung menambah keramaian di rumah tersebut. Ketujuh anak lainnya yang ada di rumah tersebut juga merupakan anak-anak yang bernasib malang  sama seperti Jaelani dan Gelung. Tapi Kyai Ahmad tidak membeda-bedakan anak-anak tersebut.
Waktu terus berputar, dan mereka semakin tumbuh menjadi dewasa. Dalam keseharian yang mereka jalani ternyata menumbuhkan benih-benih cinta diantara Maisaroh dan Gelung. Mereka sama-sama mencintai tetapi tidak berani mengungkapkannya. Rasa cinta di antara mereka terlihat dengan jelas oleh Jaelani, tetapi ia tidak begitu menghiraukannya.
Maisaroh tumbuh menjadi remaj yang jelita dan di kelilingi oleh dua pemuda tampan. Kyai Ahmad menjadi resah karenanya, resah karena takut akan menimbulkan fitnah. Akhirnya Kyai Ahmad memutuskan  untuk menikahkan  Maisaroh dengan Jaelani. Kabar itu sungguh mengagetkan mereka bertiga, tetapi tidak ada yang berani menentangnya. Pernikahan itupun terlaksana. Gelung tidak sanggup menerima pernikahan tersebut sehingga ia memilih meninggalkan rumah dan  tinggal di gubuk kecil di depan rumah  Kyai ahmad.
Tidak lama  setelah pernikahan itu Kyai Ahmad meninggal dunia dalam sujudnya. Sebelum meninggal ia menyempatkan diri ke gubuk Gelung untuk meminta maaf jika keputsannya menyakiti gelung. Kematian Kyai Ahmad tidak ada yang menduga sehingga menimbulkan duka yang mendalam bagi anak-anaknya.
Sepeninggal Kyai Ahmad kehidupaan penduduk menjadi tak karuan. Tak ada tempat untuk bertanya, mengadu maupun sekedar berbagi. Ikan di lautpun seolah merasa sedih sehingga setiap nelayan melaut tidak pernah mendapatkan hasil. Hal ini membuat penduduk jadi enggan melaut.
Suatu hari Gelung ke warung meminta ke kepada pemilik warung. Karena Gelung dinggap gila pemilik warung memberinya secara cuma-cuma. Ketika di warung gelung bertemu dengan dua orang nelayan yang tidak ingin melaut karena tidak membuahkan hasil, tetapi Gelung malah memarahi kedua nelayan tersebut dan menyuruhnya melaut. Ia berkata bahwa ikan telah menanti mereka saat ini. Dengan ketidak percayaan akan kata-kata Galung tersebut mereka pergi melaut tetapi hasilnya luar biasa sangat banyak.
Sepulang dari melaut mereka membagi-bagikan ikan tersebut kepada penduduk dan menceritakan  bahwa mereka mendapatkan ikan karena Gelung. Kabar tersebut meluas sehingga Gelung dinggap orang sakti. Karena kabar tersebut akhirnya gelung sering di datangi penduduk untuk mendapatkan petunjuk agar mendapatkan ikan yang banyak. Mereka bukannya mendapatkan petunjuk tetapi mendapat makian dari Gelung karena menurutya semua rezeki iu di peroleh karena kemurahan hati Allah SWT.
Kehidupan penduduk mulai sepertinya tidak ada perubahan bahkan semakin buruk karena bertambahnya dengan krisis moral penduduk yang dianggap Jaelani syirik. Suatu keika ketujuh anak-anak yang ditinggalkan Kyai Ahmad yang kini tinggal bersama Jaelani dan Maesaroh berjalan-jalan kepasar. Di pasar seorang ibu kena copet, pencopetnya dikejar beramai oleh pengunjung pasar. Pencopet tersebut berlari di depan anak-anak tersebut dan tanpa di sadarinya dompet hasil copetannya terjatuh dan diambil oleh ketujuh anak tersebut. Tanpa berpikir panjang anak tersebut mengambilnya dan membawanya pulang.
Sesampainya di rumah ketujuh anak tersebut membicarakan mengenai uang yang mereka dapat tadi. Mereka sepakat bahwa uang tersebut diberikan kepada penduduk yang kurang mampu. Setelah memberikan uang tersebut meresa merasa senang karena telah membantu orang lain. Akan tetapi kebaikan yang mereka lakukan menjadi ingin selalu mereka lakukan sehingga mereka akhirnya sering mencuri ataupun mencopet untuk membantu penduduk yang mengalami kesusahan. Mereka mencuri ataupun mencopet dari orang-orang yang mereka anggap tidak baik seperti orang yang suka berjudi ataupun rentenir.
Suatu hari mereka mencuri uang milik rentenir, terang saja rentenir tersebut langsung melaporkan kejadian tersebut ke polisi, dengan pengintaian yang cukup lama akhirnya ketujuh anak tersebut ditangkap polisi. Jaelani dan Maesaroh mendapat pukulan yang cukup berat. Mereka dianggap tidak mampu mendidik anak-anak sperti Kyai Ahmad dahulu. Padaahal mereka tidak tahu apa yang di lakukan anak-anak tersebut di luar.
Kabar tersebut sampai kepada Galung. Galung langsung ke kantor polisi menyerahkan diri. Ia mengaku bahwa anak-anak mencuri karena diajarkan olehnya. Hal ini dilakukannya hanya semata-mata agar anak-anak  tidak di penjara. Ia rela di penjara asalkan anak-anak dapat bebas sebagai bukti cintanya kepada anak-anak.
Kabar ketujuh anak yang mencuri tersebut terdengar sampai ke dinas social kecamatan  setempat. Dinas social memutuskan bahwa ketujuh anak tersebut harus di  bawa ke panti asuhan di kecamatan  karena akan lebih terjamin kehidupnya. Terang saja ini membuat semakin terpuruknya perasaan Jaelani dan Maesaroh. Sehingga Jaelani jatuh sakit.
Anak-anak tersebut di bawa ke kecamatan dan meninggalkan Jaelani dan Maisaroh dengan berderai air mata. Setelah seminggu berada dip anti asuhan anak-anak tersebut merasa tidak nyaman. Akhirnya mereka memutuskamn untuk ke kota. Mereka kabur dari panti asuhan dan menumpang dengan kendaraan yang lewat ke kota. Di kota mereka hidup layaknya anak jalanan yang lain. Nyemir sepatu, ngamen mereka lakukan agar dapat bertahan di kota.
Gelung akhirnya  bebas dari tahanan. Ketika bebas ia langsung pulang ke Dukuh. Tujuannya hanya satu yaitu bertemu anak-anak. Sesampainya ia di halaman rumah Jaelani ia melihat warga sedang berunjuk rasa mengusir Jaelani dan Maisaroh. Melihat kejadian itu Gelung membela Maisaroh yang saat itu sendirian karena Jaelani di dalam rumah terbaring lemah karena sakit. Beberapa ibu-ibu daari warga juga membela Maisaroh dan menyampaikan bahwa mereka pernah menerima uang dari ketujuh anak-anak tersebut.dan uang yang mereka dapatkan  dari anak-anak tersbut karena mereka memang sangat membutuhkannya. Mendapat penjelasan tersebut wargapun dibubarkan oleh Gelung. Setelah warga bubar Gelung menanyakan anak-anak. Maysaroh mengatakan bahwa  anak-anak di bawa pihak dinas sosial ke panti asuhan di kecamatan. Tanpa berkata apapun Gelung pergi meninggalkan Maisaroh
Gelung langsung ke Panti Asuhan yang di maksud. Sesampainya di sana ia di kabarkan bahwa anak-anak tersebut melarikan diri. Tanpa berfikir panjang ia langsung ke kota mencari anak-anak tersebut. Ternyata dugaannya tidak meleset. Ia memenukan ketujuh anak tersebut di terminal. Iapun langsung membawa ketujuh anak-anak tersebut pulang ke Dukuh. Sesampainya di Dukuh mereka bermain di pantai mengingat semua kenangan yang pernah ada. Setelah puas bermain mereka pulang ke rumah Jaelani. Ketika sampai di halaman mereka kaget karena banyak warga yang mendatangi rumah mereka, serta ada bendera putih. Mereka langsung berhamburan ke rumah dan mencari maisaroh. Dan benar saja Jaelani telah meninggal.
Setelah Jaelani meninggal Maisaroh tinggal bersama ketujuh anak tersebut. Dalam kesedihannya ia mencoba bersikap tegar di depan ketujuh anak tersebut. Tetapi anak-anak tersebut memahami kesedihan hati Maesaroh. Ketujuh anak itu menginginkan agar Gelung menjadi pelindung mereka sepeninggal Jaelani, sehingga mereka berusaha menyatukan cinta antara gelung dan Maesaroh.